De Facto: 28-30 Juni 2017, Jakarta-Cirebon-Bandung-Jakarta (Part 2)

Halo!

Saatnya melanjutkan cerita perjalanan sebelumnya, yaitu Jakarta-Cirebon... dan selanjutnya: Bandung!


Di post sebelumnya, perjalanan dari Jakarta ke Cirebon, plus selama di Cirebonnya pun cukup dinamik. Alasannya adalah nggak lain karena Cirebon memang tujuan awal kita. Bandung hanya sebagai tempat singgah (sebuah kata yang kurang layak buat dialamatkan karena untuk ke Bandung dari Cirebon kemarin, kita harus lewat tol Purbaleunyi dulu) sebelum ke Jakarta.

Perjalanan ke Bandung masih diawali dengan makan (we're a bunch of foodies I guess) atau lebih tepatnya disebut sarapan. Sarapannya di hotel, menggunakan jatah breakfast yang udah didapat. Hotel tempat gue menginap, Verse Hotel, memang tergolong baru banget. Hal ini menurut gue sangat bisa dirasakan ketika lo masuk di lobby, dekorasinya belum bener-bener hotel banget.

Despite it being a newcomer in Cirebon's hospitality industry (probably), makanannya lumayan enak. Gue suka buburnya (meskipun gue sepertinya akan selalu membandingkan bubur apapun dengan bubur di Ta Wan, hehe) dan gue juga sempet nyicip nasi gorengnya. At the end, kita semua selesai sarapan sekitar jam 7 (see the exact time below) dan setelah itu ternyata kita nggak langsung ke Bandung.


Penyebab kita nggak langsung ke Bandung itu ada dua. Pertama, sekitar jam 9 malam, salah satu kerabat gue menelepon dan besoknya, we arranged a meeting, karena ternyata hotelnya pun sama-sama di jalan Tuparev. Jadilah, pagi-pagi itu agenda pertama gue adalah ngumpul dan foto-foto keluarga (another habit: we will never be apart from our cameras, I guess?).

Ketika momen foto-foto itu, one of my cousin sebenernya secara halus mengusulkan gue untuk menggantikan dia sebagai juru foto. Lha, yang megang DSLR kan situ, mas? Nggak apa-apa sih, gue juga seneng kalo disuruh jadi abang-abang tukang foto. Nyenengin soalnya. Hehe.

Nah, setelah ribet-ribet pagi-pagi (too much repetition indeed, hm?) this full pack of people were heading back to the traditional market, the same place we went to the day before. Ngapain? Ya makan lah, sist. Jalan-jalan kalau nggak makan-makan (lagi), apa faedahnya?

Beli apa aja sih di pasar?

Here's the description for you. Kondisi bagasi mobil sedang kosong, karena semua koper dan tas gede-gede itu ditinggal semua di kamar hotel. Awalnya kirain mah bakalan cuma nambah dikit. Ealah. Malah nambah banyak, sist. Bayangin aja, ada dua plastik besar, yang isinya masing-masing oleh-oleh khas Cirebon. Plus, satu plastik agak besar yang isinya minuman dingin. Plus (lagi), dua plastik ukuran sedang berisi tahu Sumedang. Masih juga ditambah nasi campur demenannya ibu negara. Haduh, bozque, aku yang bukan yang punya mobil aja pusying mikirin gimana ngatur bagasinya nanti.

That results in bagasi mobil yang udah sama sekali nggak kosong. Setelah menyelesaikan segala proses di pasar dengan tempo yang sesingkat-singkatnya, these people akhirnya kembali ke hotel untuk menjemput segala barang bawaan yang ditinggal tadi...

...and that means we're about to go to Bandung!


Foto di atas seharusnya nggak digambarkan dalam mode monokrom. Kenapa? Karena foto itu jadi gagal menggambarkan bagaimana panasnya Cipali di jam setengah dua belas siang. AC kalah, pun juga kipas dan koran gagal memberikan hembusan angin surga yang dirindukan.


Ealah, pas di Cipularang untungnya rada mendung. Apakah memang bawaannya Bandung? #notmakinganyrhymes #bandungemangmendung #gaboongses


Oke, jadi akhirnya setelah perjuangan melawan panas Cipali berakhir di macetnya gerbang tol Pasteur yang eksis melebihi selebgram. As soon as gue nyampe di Bandung, one of my colleagues at work DM-ed me on Instagram, ngecengin gue karena akhirnya gue ketemu sama the famous Bandung's traffic jam. It even has a location. Trust me. Well, macetnya paid-off karena akhirnya gue bisa ngeliat hasil kreativitasnya pak Emil, walikota Bandung. Jadi pengen masuk ars interior lagi, nggak deng.



Talking about interior architecture, the creative gene game is strong in my family. My grandmother tadinya adalah mahasiswi FSRD ITB, my uncle is an architect, dan ternyata 4 dari 8 (setahu gue) grandchildren of my grandparents pasti punya sejarah jadi tukang disen desainer grafis. Too much tukang gambar, my mother once said.





Setelah berjuang mengalahkan macetnya Bandung plus istirahat di SPBU karena MAANNNN IT'S SO HOT IN A CAR WITH TONS OF THINGSSSSS satu dan lain hal, akhirnya gue nyampe di kamar hotel jam setengah 6 sore (ya pokoknya jam segitu gue udah nyender-nyender males sambil ngemilin gapit dari Cirebon yang sangat longlasting, nggak abis-abis sampe sekarang.).

FYI, gue menginap di Favehotel Premium Cihampelas. Favehotel adalah budget version dari Aston, makanya di gedung yang sama pun juga ada Aston Tropicana Bandung. My uncle said that the building that they use was once a mall. What I love about the room is... it has connecting door! Ja

Walaupun perjalanan tadi cukup menguras kamar mandi hotel (kagaklah, yekali hotel pake bak mandi, low budget bener) tenaga sepasukan ini apalagi yang nyetir (this year's MVP award goes to him ok), jadi ciwi-ciwi berinisiatif mencari konsumsi (jangan bosen, emang makan mulu kerjaannya) di sekitaran hotel. One is already on the list, tukang segala goreng-gorengan (i mean like, ayam goreng, lele goreng, usus goreng, dst) yang di pertigaan dekat hotel sudah masuk daftar inceran karena the smell is just perfect. 

Dari tim berisi 4 ciwi, kita dibagi dua ala-ala tim Ransel dan tim Koper, ngebaginya nggak official sih but it got the same vibe (if you ever remember, there's this one program di TransTV years ago, itu acara travel tapi ngebandingin gimana cara lu mengeksplor satu tempat dengan 2 cara berbeda dan dengan budget yang berbeda juga!). Gue masuk tim Ransel, so gue jalan dari hotel sampai pertigaan RS Advent, tempat di mana surga lauk gorengan itu berada (bless Bandung for their culinary).

Tim Ransel sukses sampai lebih dulu di hotel (padahal udah plus beli batagor, beli tas, beli parka... hebat memang aku bangga dengan tim Ransel!). Berselang beberapa menit kemudian, tim Koper baru nyampe dari Ciwalk karena nyasar (Ciwalk has a bad UX, I think) dengan membawa dua pan pizza. I feel blessed. Like, blessed because there are tasty foods and nice bed with good TV channels. OOOOHHHHH. NICEEEEE. 

After the food party (lol is that even a party), akhirnya kita bobo! FYI, tirainya Favehotel bagus gitu kalau difoto. Look at the photo below, bahkan kata temen gue aja itu serem banget, lol. 


That night was a good sleep, except the part when I re-texted someone because he hasn't replied for hours. Dang, it sucks. #completelyunrelatedwiththetitle

Besok paginya, seperti standar ketika lo menginap di sebuah hotel, biasanya lo akan diberikan jatah breakfast. Sayangnya, sesi sarapan di Favehotel nggak senyaman ketika gue di Verse. Mungkin karena jumlah orang di Verse jauh lebih sedikit. Ada beberapa masalah yang membuat gue belajar kalau misalnya gue harus organize acara makan-makan, gue akan avoid at all costs kejadian di Favehotel itu terjadi.

Sebenernya, nggak separah itu sih, cuma minuman dan makanan di restorannya sangat cepat habis, dan gue jadi agak bete karena gue harus nunggu agak lama untuk refill air putih. Makanannya sih standar, nggak mengecewakan, quite satisfying but not extraordinary. 

Setelah makan pagi, rencana kita tinggal 2: beli oleh-oleh dan pulang.

Gue rasa, agenda yang pertama termasuk oleh-oleh berupa pengalaman pertama kali menjejakkan kaki di Teras Cihampelas, one cool building to visit in Bandung. Teras Cihampelas sendiri membentang dari depan RS Advent (kurang lebih ya, karena tangga pertamanya dari arah masuk Cihampelas nggak jauh dari sana) sampai depan Aston. (If you guys have a better or more correct description of this place, please do tell me.)



Seperti yang sudah gue bilang sebelumnya, we are quite inseparable with our cameras. Jadi gue berempat (me, my younger cousin, my older one, and my uncle) pergi ke sana dengan bawa kamera (to clarify: I have none). Karena masih pagi banget, belum banyak toko yang buka. Kalau ada pun, biasanya adalah toko makanan dan minuman, yang biasanya juga jualan gorengan plus batagor. Baunya menggoda banget, asli. Kalau gue jalan di sana sendiri, mungkin gue sudah nyulik seporsi batagor. Ah. Penyesalan memang selalu datang belakangan.



Selesai mengeksplorasi Teras Cihampelas, kita kembali ke hotel dan beres-beres barang di kamar, dan langsung on the way to Jakarta. 

Tapi, tentunya kita mampir untuk beli oleh-oleh beneran!

Didasarkan oleh pentingnya efektivitas dan efisiensi (halah!), kita akhirnya mampir di gerai Prima Rasa yang ada di Pasirkaliki, karena searah dengan jalan pulang kita. Sayang sesayang-sayangnya sayang, brownies Prima Rasa-nya malah nggak ada!

Lucu? Iyalah.

Masa di outlet Prima Rasa nggak ada produk Prima Rasa?

Ah sudahlah. Yang terpenting adalah, kita tetep berhasil nemuin makanan enak lainnya yang nggak kalah menyenangkan hati dan jiwa.

Dan perjalanan kali ini, dilanjutkan dengan waktu yang dihabiskan di tol, dengan diikuti awan mendung dan bagasi yang tetap penuh dengan makanan tercinta. (Sampai Jakarta, ternyata gerimis.)


Gambar di atas adalah masjid di Rest Area KM 97, tempat gue akhirnya menemukan cinta.

Iya, cinta dalam sekotak brownies Prima Rasa dan seplastik lidi pedas.

*
Terimakasih telah membaca paruh kedua dari tulisan gue! Semoga kalian jadi seneng jalan-jalan!

Love,

99WRITES

You Might Also Like

0 comments