Mission 21 #1: Transjakarta dan Segala Ceritanya

Halo!

Rabu kemarin (19 April) gue punya kesempatan ngumpul bareng Cozora Apprentice, dan di akhir acara, gue "dioleh-olehi" sebuah tugas yang lebih mirip sebuah perjalanan.

Perjalanan apa?

Perjalanan menemukan passion. Sebuah #passionproject. And, today is the day one!



***

Untuk mengawali 21 hari ini, gue memilih untuk melakukan hal ini.

#1 Naik Transjakarta sendirian

Kenapa harus Transjakarta?

Dari semua moda transportasi umum yang gue tahu di Jakarta, Transjakarta adalah moda transportasi yang hampir nggak pernah gue pilih untuk dijadikan pendukung rutinitas sehari-hari. Gue lebih memilih kereta api, well, selain alasannya memang gue suka banget parah sama kereta api, rutenya memang lebih cocok untuk kebutuhan gue, waktunya juga lebih cepat.

Tapi karena hari ini hari libur, gue memutuskan untuk iseng naik Transjakarta di jalan yang sebenernya gue juga udah kenal. Rute yang gue pilih adalah Halte Kebon Pala (halte di dekat Jembatan KA Jatinegara) - Halte Tegalan (persis depan Gramedia Matraman). Berhubung gue juga mau mencari buku (mencari dan belanja adalah dua hal berbeda, trust me) di Gramedia Matraman, jadi pas banget sama misi pertama ini.

Perjalanan ini diawali dari APTB Stasiun Tebet - Kampung Melayu. Lagi-lagi, karena ini hari Senin dan libur, otomatis kosong banget. Yang ada di dalamnya cuma supir, kondektur, dan sekitar 5 penumpang (termasuk gue) waktu berangkat dari Stasiun Tebet. Berikut sedikit snapshot waktu gue masih di APTB. (FYI, gue udah sering ini naik ini, tapi jarang banget naik Transjakarta.)




By the way, tulisan Stasiun Tebet yang kebalik itu akan dipake sang kondektur ketika sampai di halte, untuk menunjukkan rute bis tersebut. Dan biasanya, di hari kerja, gue nggak bisa ngeliat ke depan (ke arah bapak supirnya) karena ketutupan orang yang berdiri. Hari ini? Alhamdulillah, kaki gue bisa selonjoran santai. A small happiness indeed.

Di dalam APTB, gue mulai puter otak.

Gimana caranya gue bisa naik Transjakarta ke arah Gramedia Matraman? Kalo mau ke sana, gue turun di halte mana?

Alhamdulillah (lagi), pertanyaan pertama terjawab ketika APTB berhenti di Halte Kebon Pala. Karena halte Transjakarta itu two-sided, nggak kayak peron kereta api yang harus pindah peron untuk ganti jurusan, jadi ketika APTB-nya sudah putar balik ke arah Kampung Melayu, gue bisa dengan mudah pindah ke sisi halte yang ke arah Matraman.

Gue agak kaget ketika ada fitur ini di halte Transjakarta, cek gambar di bawah.


Ternyata, commuter line kalah canggih sama Transjakarta. Sebagai #timkereta, gue ngerasa agak sedih, tapi toh layar LCD seukuran itu nggak akan feasible kalau diterapkan di stasiun kereta api yang lebih besar skalanya dibandingkan halte Transjakarta. Beruntung, di stasiun-stasiun yang gue lalui selama perjalanan ke kampus (Manggarai - Pondok Cina) sudah disediakan LED board untuk memberitahu calon penumpang (iya, masih calon, kan belum naik kereta apinya, bener kan?) mengenai status kereta api yang akan datang. 

Contohnya tulisannya biasanya begini. Ambil contoh Stasiun Universitas Indonesia, Peron 2 melayani arah Jakarta, dan KRL yang akan datang selanjutnya adalah KRL tujuan akhir Jakarta Kota yang status terakhirnya sudah berangkat dari Stasiun Depok Baru. Maka tulisannya akan seperti ini:

JAKARTAKOTA
BER DEPOKBARU

Sayangnya, menurut gue LED board yang jumlahnya hanya satu tiap peron itu nggak cukup. Itu ditaruh di tengah peron, sedangkan gue yang biasa nunggu di ujung nggak bisa ngebaca LED board itu.

Berlanjut ke Transjakarta dan segala ceritanya, setelah 5 menit menunggu, akhirnya ada yang datang juga. Setelah panik-panik nggak jelas (persis sama kayak dulu gue nyobain transit di Manggarai pertama kali), I decided to jump in, berdasarkan asumsi ini:

 "Matraman jalannya kan lurus, apapun yang datang di halte ini pasti bakal lewat halte depan Gramedia, iya kan?."

Untungnya, asumsi gue benar. Gue sampai di halte Tegalan setelah googling gue sebaiknya turun di mana kalau mau ke Gramedia Matraman. Transjakarta yang gue naiki penuh tapi nggak parah, kayak gini gambarannya di bagian depan:


Selesai urusan di Gramedia Matraman, gue memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke Jatinegara (lagi loh coy, kurang sayang apa gue sama Jatinegara?) karena ada barang titipan nyokap yang harus gue beli. Karena gue sedang mager untuk order ojek online, akhirnya gue naik Transjakarta lagi dan turun di Halte RS Premier (btw, gue masih suka nyebut RS Premier sebagai RS Mitra, karena sebelumnya namanya Mitra Keluarga Jatinegara, most of bajaj drivers know this too, and when I mention "Mitra" , they know where to go!) dan jalan sedikit ke Minisuper Jatinegara--sebuah definisi antara minimarket dan supermarket. Ukurannya lebih besar dari Alfamart atau Indomaret, tapi lebih kecil, jauh lebih kecil daripada Carrefour, Giant, atau Hypermart.

Setelah membawa pulang belanjaan, gue masih juga mager untuk pesan ojek online, jadilah gue memutuskan untuk pulang ke rumah dengan naik angkot M31 (Kampung Melayu - Pondok Kelapa). Kebodohan yang gue lakukan di sini adalah: naik M16 biar sampai Kampung Melayu, tapi nyebrang, padahal gue bisa naik 01 biar nggak usah nyebrang (karena 01 itu belok ke arah tempat M31).

Yaudahlah.

Daripada meratapi kebodohan ataupun kegagalan, lebih baik ngeliat hadiah yang satu ini: sepotong senja di sudut Jakarta, diambil dari atas jembatan penyeberangan.



 PS: The last one is my favorite. It includes the road, buildings, and people.

Terima kasih banyak telah mau membaca cerita jalan-jalan low budget ini. Semoga kalian makin mau dan suka naik transportasi umum--karena nggak selamanya kok transportasi umum itu buruk!

Yuk berdoa untuk transportasi umum Jakarta (dan Indonesia) yang lebih baik!

Love,

99WRITES

You Might Also Like

0 comments