Mission 21 #16: Uber ke Pocin + Mini Observation

Halo!

Jadi hari ini gue berhasil melaksanakan misi ke-16, yaitu naik Uber ke Stasiun Pondok Cina. Ini adalah hal yang benar-benar baru, karena gue bukan tipe orang yang suka naik Uber, gue lebih prefer Grab atau Go-jek. Menurut gue, tarif promo Uber terlalu gila, terlalu murah. Walaupun memang katanya si driver akan tetap dapat penghasilan ketika dia 'narik', tapi tetep aja, gue nggak nyaman dengan tarif yang menurut gue nggak layak.

Iya, nggak layak.



Bayangin aja, dari Fasilkom ke Stasiun Pocin cuma 2000 rupiah! Murah sih murah, tapi gue secara pribadi nggak nyaman dengan tarif semurah itu. Tapi seriusan, driver-nya baik dan sopan. Tipikal driver yang sepertinya sudah cukup berpengalaman tentang 'hidup' di jalanan.



Berbicara tentang driver, pernah sekali, gue dapet driver yang entah kenapa, kayak setengah hati dan nggak percaya sama gue. Jadi ceritanya, gue mau pulang ke rumah dari Stasiun Klender tapi gue mau mampir di daerah Dermaga dulu. Sudah jadi kebiasaan kalau gue mau mampir ke suatu tempat (kalau nggak impromptu dan nggak gue tiba-tiba inget gitu), gue akan bilang dulu ke si driver-nya: "Mas, saya ke sini ya, tapi mampir di sana dulu." Nah, si mas-nya ini malah ngebalas dengan muka yang nggak terlalu ramah, "Kok pake mampir sih mbak?"

Lho, pertanyaannya, kan saya penumpangnya toh? Saya juga bukan tipe penumpang yang seenaknya ganti rute di jalan kok. Saya juga jarang bayar pas-pasan, kalau uang saya lebih, saya akan lebihkan sedikit. Dengan keraguan si mas-nya yang sudah bisa gue rasakan, gue bilang aja bahwa gue akan lebihkan pembayarannya di akhir. Nggak ada masalah sih sepanjang perjalanan, cuma ya itu masalahnya, dia nggak ramah dan responnya dia terhadap apa yang dikatakan penumpang itu bisa makna ganda.

Coba kalau penumpangnya baperan, gimana? Bisa-bisa dia kasih ratingnya satu bintang, dengan komentar yang nggak mengenakkan. Hayo, gimana?

Ya, cukup sudah ngomongin masalah tarif dan ojek online ini. Gue juga belum mengkaji lebih dalam gimana sistem ojek online, jadi gue nggak punya dasar teori, observasi, dan data yang proper untuk berargumen tentang ini. Sudahi saja, haha.

***

Ada tema pembicaraan yang lebih menarik hari ini, yaitu tentang vonis 2 tahun penjara untuk Ahok karena kasus penistaan agama dan salah satu topik yang sangat-sangat-sangat berpotensial untuk menimbulkan konflik kecil kalau diomongin.

Nah, yang pertama, gue baru tahu kalau massa berkumpul di Rutan Cipinang untuk merespon jatuhnya vonis tersebut. Sejujurnya, sebagai seseorang yang memilih orang karena kinerja dan bukti nyata kinerjanya (ya, gue dukung Ahok dan gue bangga dengan itu), gue sangat terkesan dengan itu. Sepanjang gue hidup, gue belum melihat seorang pemimpin yang punya impact sekuat itu sampai orang-orang rela mengirim lebih dari ratusan (mungkin) karangan bunga ke Balaikota, sampai massa rela berkumpul dan melakukan aksi menyalakan lilin... saya nggak pernah lihat yang kayak gitu sepanjang hidup saya. Semoga pak Ahok diberikan jalan keluar yang terbaik untuk situasi seperti ini.

Kedua, karena pembicaraan di sebuah group chat, satu kata yang seringkali dicap ke gue muncul kembali. Satu kata itu, ambisius, berhasil bikin gue penasaran. Kenapa sih, kata ambisius itu terkadang terkesan negatif? Padahal, sepenglihatan gue, apa yang biasanya orang lakukan sehingga dicap ambisius itu baik lho.

Jam kosong lalu belajar? Otomatis dicap ambisius, padahal itu tandanya dia tahu benar maknanya persiapan, dadakan itu not always works well.

Ikut banyak kegiatan? Disebut ambisius, padahal itu tandanya dia paham kalau belajar itu nggak cuma di kelas, tapi juga di luar di mana kita mengembangkan diri juga.

Ikut sesuatu padahal belum waktunya? Katanya sih ambisius, padahal ya katanya Lao Tzu, "Journey of a thousand miles begin with a single step." Nggak ada salahnya untuk lebih maju, lebih di depan, lebih dahulu daripada orang lain. Nggak salah kok.

Terinspirasi dari sini, gue mencoba cari tahu, mindset seperti apa sih yang ada di pikiran orang-orang sehingga ambisius itu bisa terkesan negatif? Salah satu pendapat yang diberikan oleh temen gue, Tatag, isinya begini:


Kurang lebihnya kalau diterjemahkan seperti ini:

"Orang-orang punya kecenderungan dalam pikiran mereka, walaupun nggak mutlak, mereka cenderung menginginkan sesuatu tanpa berusaha untuk mencapainya. Tapi, mereka juga menyadari jika mereka nggak akan bisa mencapai apapun tanpa usaha. Itulah kenapa, ketika seseorang benar-benar berusaha untuk sesuatu, mereka cenderung cemburu? Atau membenci? Karena seseorang tersebut melakukan sesuatu yang mereka nggak lakukan, tapi membuat seseorang itu lebih dekat kepada apa yang mereka inginkan. Sekedar pendapat jujur aja sih."

Nah, kebetulannya, ada perspektif lain juga yang bikin gue seneng,


Benar kata dia, ambisi yang kita miliki terkadang membuat kita melakukan segala cara. Dan nggak semua cara itu benar, nggak semua cara itu baik. Plus juga, punya ambisi itu sebaiknya disarankan banget lho.

Dan ternyata, mungkin banget state of mind seseorang dipengaruhi apa yang ia konsumsi dari berbagai sumber (in terms of bacaan, tontonan, bukan makanan) seperti pendapat yang satu ini:

Shortly, nggak semua yang dicap jahat itu jahat. Kita juga harus belajar memahami perspektif orang lain, semua orang memandang satu hal dengan cara-cara yang kita bahkan nggak tahu dan jauh berbeda dengan cara kita.


Gue sangat suka dengan caranya membahas kesempatan. Itu sangat benar, nggak terbantahkan lagi. Kesempatan ya harus dikejar, karena kesempatan itu: jarang banget nyamperin kita, kita yang harus datang... dan dia nggak datang dua kali, seringnya.

Nah, sebelum mengakhiri long post ini, gue ingin berterima kasih kepada Tatag, Kandar, dan kak Livia yang membantu gue menjawab pertanyaan kenapa kata 'ambisius' seringkali menimbulkan stigma negatif. Gue juga ingin berterimakasih kepada abang-abang Go-jek, Grab, Uber yang sudah menunjang kehidupan perkuliahan gue yang pulang-pergi di semester 2 ini, dan terutama untuk Allah SWT!

Love,

99WRITES



You Might Also Like

2 comments

  1. Mungkin kata ambisius melambangkan orang yang terlihat hanya mengejar sesuatu karena "rewardnya". Misal ada orang yang di 1 waktu ikutan 5 lomba, kata orang lain dia ambis karena keliatan ngebet banget buat menang. Padahal mungkin, emang 5 lomba itu udah disasar sejak tahun lalu, udah dipersiapkan dengan baik, dan niatnya bsa jadi untuk men-challenge diri sendiri untuk jadi lebih baik

    ReplyDelete
    Replies
    1. Berarti bisa dibilang itu masalah perspektif yang beda ya kak?

      Delete